Minggu, 27 November 2011

lele sangkuriang. meriang...

Lanjut nih. Setelah di posting sebelumnya ane bersama warkops. Sekarang ane pindah haluan di sektor produksi. Blm lama ini pamor lele sangkuriang naik gila-gilaan. Sampai sekarang pun masih rasanya. Dari obrolan tak sengaja bersama tetangga plus teman sepermainan, kami mulai mencoba.
Kali ini pemainnya ada empat orang saya, Mang Akin, Bang Yuda, A Heri. Modal kami sangat minim, 300rb per orang. Haha. Dari modal itu kami membeli bibit lele 200 ekor dari seorang bandar yang akhirnya kami ketahui bahwa dia adalah mafia lele kelas teri. Kemudian peralatan lainnya terpal, kayu, kawat dkk. Dan pakan tentunya. Kami tak punya lahan pada awalnya. Beruntung ada saudara dari Mang Akin yang mau meminjami tanah 2X4 meter. Kecil memang, tapi kami nekat J
Oh iya, sebelumnya kami telah mempelajari tentang lele sangkuriang ini sebisanya. Tak ada obrolan tanpa lele, tak ada kopi tanpa lele. Setiap kami bersebrangan di jalan pasti pikiran tentang lele langsung berkeliaran di kepala.
“siganamah ingsa alloh bisa lah”
“heueuh, nu penting mah urang coba we heula. Sugan weh”
“saya ge ngarasa aya jalan di dieu”
“mantap”
“blah..blah..blah..”
Dan begitu seterusnya.
Akhirnya kami membuat kolam selama kurang lebih 5 hari. Belum apa-apa cemoohan orang udah deres banget nempa kami. Mulai dari tetangga, pak RW dan lain-lain. Halah!
Untung kami masih semangat, walaupun lama-lama agak memble. Manajemen pakan kami atur sedemikian rupa. Sampai akhirnya waktu panen pun tiba. Ohh.. bilang saja dugaan bahwa lele nya sudah bisa di panen. Kami pun menghubungi si bandar yang menjanjikan akan menerima lele kami kembali. Kejanggalan-kejanggalan khas mafia kelas teri pun mulai terasa. Dia mangkir, ngelak. G mau nerima lele kami.
“duh, masih penuh disninya”
“minggu depan aja ya”
“bleh..bleh..bleh..”
Terpaksa kami mengulur waktu sebisa kami. Biaya pakan membengkak. Tapi kami g mau kalah, kita terus desek tu orang sampai akhirnya “oke, senin depan bawa kesini ya”
Yeah!
Waktu yang dinanti-nanti tiba. Waktu bulan romadhon. Kami semua puasa. Tapi tetep aja ini lele harus keluar. Dengan tenggorokan kering kami menguras kolam terpal. Dari pagi dan jam 1 siang baru beres. Lalu kami menghubungi si bandar lagi. Lama tak ada jawaban. Oh mennn… perasaan udah gak enak lagi. Benar saja dengan santainya dia sms kami di tengah siang bolong di bulan puasa itu.
“MAAF PAK, SAYA LUPA HARI INI SAYA MAU MUDIK KE TASIK. NANTI SAJA SETELAH LEBARAN”
Hening.
Kami cuma bingung, mau dikemanakan lele-lele tak bersalah ini. Untung ada balong yang belum lama ini di sewa oleh ayah saya. Kami pindahkan lele-lele kesana. Selanjutnya dari hari-kehari kami gencar nyari bandar lain yang mau nampung lele kami. Susah. Lebaran pun tiba. Lele masih terlantar di kolam.
Setelah semua pulang dari mudik. Semangat lele itu tinggal 5 watt. Tapi kita masih mau nyari bandar lele kecil yang mau nerima lele. Alhamdulillah dapet. Kita angkat lagi dari balong. Kali ini lebih susah karna kolam tanah. Dan ternyata lele kami sudah berkurang banyak akibat hama manusia. Kita Cuma tertawa.


Kami rugi, secara bisnis. Tapi tidak dengan mental, ilmu dan pengalaman.
Mennnn… ternyata semua itu sekarang kepake di kolam lele milik ayah saya. Kita tak pernah tau.


lumayan gan, sekarang ada 32ribu ekor :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar