Cerita ini jauh sebelum saya memulai warkop dan lele
sangkuriang. Kalo gak salah di pertengahan 2010 saya dengan ulin ingin mencari
uang, hanya untuk bersenang-senang. Sore itu adem banget di Kudus. Ane ama si Ulin mentok gak dapet
inspirasi. Beruntung ada distributor majalah di pinggir jalan, kami mampir.
Setelah dipilih-pilih kami membeli 2 koran tipis, entah apa
merek nya ane lupa. Tapi pokoknya bentuknya kaya koran lampu merah. Kita
tertarik karna ada liputan tentang tanaman-tanaman hias. Adenium trivium ato
apalah. Ane kurang ngerti, sebenrnya yang tertarik si Ulin. Tapi kita punya
satu alasan kuat kenapa milih koran yang itu. Karna ada gambar binatang aneh.
Sidat.
Sebelumnya kami telah berencana untuk maen ke bandung.
Kerumah ane. Sekitar 3-4 hari ulin dirumah ane. Ditengah-tengah liburan singkat
itu abil, teman kami juga dari lasem datang, ikut bergabung. Di sela-sela
liburan kita tetap mencari informasi tentang sidat. Seperti biasanya, mulai
dari A sampai Z. dari blog ke blog. Artikel demi artikel. 2 buku kami lahap
bersama-sama. Join grup sidat mania, dan sidat-sidat lainnya di facebook. Kalo
sedang semangat begini kami biasanya ngobrol agak ngelantur.
Gak tau kenapa obrolan-obrolan kami saat ngelantur gini kok
malah yang paling saya ingat. Ulin bilang kalo omset kita bakal ratusan juta.
Kemudian akan di panggil menjadi bintang tamu di kick andy. Oh, sebelumnya akan
ada jejak sigundul dan liputan-liputan kecil dari TV-TV swasta yang bakal
dateng ke kolam kami.
Waktu liburan selesai. Oh iya, abil akhirnya ikut gabung
dalam ‘proyek’ ini. Dan kami menamai diri kami TRIFATA UNAGI. Ahh.. filosofinya
terlalu panjang untuk saya ceritakan. Tapi sebenernya artiny itu sederhana.
Percayalah. Abil ke jakarta untuk meneruskan studinya. Sementara ane dan ulin
siap mengunjungi beberapa kota untuk belajar tentang sidat dan mencari benih
tentunya. Kota yang akan kita kunjungi adalah
cilacap, jogja, solo, dan surabaya.
Entah apa yang merasuki kami, semangat kita luar biasa pisun.
Kalo di inget-inget lagi perjalanan kita gak gampang, tapi tetep aja
dijabanin. Kita mulai dari cileunyi, naik bis ekonomi sampai cilacap. Setelah
melakukan tawar menawar sama kenek bis, kami akhirnya ke cilacap dengan 40
ribu. Dan tiba di cilacap malam hari. Ulin langsung menghubungi teman lamanya.
Kita nginep di rumah temannya si ulin. Kita ngobrol-ngobrol masalah misi kita.
“Kalo daerah anu dmn ya?”
“wah, itu sih di nusakambangan”
“jadi harus nyebrang pulau?”
“iya”
“*^(*$^%*#@)(&”
Beruntung si temennya ulin ini punya tiga ekor sidat di
rumahnya. Dikasih orang katanya. Setidaknya kami udah bertemu makhluk ini. Haha
percayalah, dia sangat licin
Kami lanjutkan perjalanan kami ke jogja. Desa brebah. Itu
lho.. yang beberapa waktu lalu rame gara-gara crop circle. Oh iya sebelumnya
kami singgah dulu di rumah ulin untuk beristirahat. Sekalian melihat lokasi
kolam-kolam milik ulin yang bakalnya kita buat tempat sidat. Dua hari kemudian
kita berangkat ke jogja, melanjutkan pencarian. Kita pake motor. Entah berapa
orang yang telah kita tanya. Akhirnya kita sampai juga. Kita gak ketemu sama si
pak anu yang memposting ikan sidatnya di inet, kita Cuma ketemu istrinya.
“mbah, ndaleme pak anu pundi nggeh?”
“ohh iku lho dek sbelah kono, lha iki bojo ne” sambil
menunjuk wanita paruh baya yang kebetulan lewat pake motor astrea 800. Kita
mulai ragu.
“bu, pak anu enten?
“bonten enten eee, tindakan, enten nopo?”
“bade tangklet-tangklet maslah sidat, niku sampean gadah
kolam katah?”
“ohh, nemba damel niku”
Hening.
Boro-boro ahli sidat, kolamnya aja dia baru buat. Kita tidur
dikosan sodara ulin. Besonya kita berkunjung ke solo. Melanjutkan pencarian.
Muter-muter entah berapa kilo. Alhamdulillah ketemu.
“pak, kita tertarik sama sidat”
“oh iya, jadi gimana, blah..blah..blah..”
Kita agak kecewa karna dirumahnya Cuma ada sedikit kolam dan
beberapa sidat. Dan menyebutkan bahwa dia punya tambak yang lebih besar di
klaten ato dimana gitu, saya lupa.
Energi kita habis waktu itu. Niat melanjutkan ke Surabaya
pun kami urungkan. Okelah, kami merasa cukup. Pulang ke rumah Ulin dan mulai
merencanakan kolam mana yang akan kami pakai untuk pembesaran ikan sidat itu.
Ada satu kolam yang memiliki tiga sekat. Dan akhirnya
memikat kami. Besoknya kami langsung membersihkan kolam tersebut di bantu dua abdi
ndalem nya Ulin. Entah berapa batu besar yang kami keluarkan, juga
berkubik-kubik balok kayu paten kami pindahkan “wah, satu trek juga ada nih”
kata Ubed, abdi ndalem nya Ulin. Kami mulai dari pagi dan berakhir
disiang hari. Masih tersisa dua sekat yang belum tuntas memang, akan kita
teruskan esok. Setelah bersih-bersih diri, kita kembali larut dalam pembicaraan
sidat, omset puluhan juta, kick andy, jejak sigundul, hingga cerita si Ubed
yang pernah nikah hanya dua minggu.
kayu itu kayu mahoni yang telah di rendem selama bertahun-tahun, kawan..
oh yeah!
Pagi itu Ulin bangun lebih pagi. menyulut rokok lalu bejalan
santai menuju kolam yang kemarin kita bersihkan. Gayanya khas. Saya Cuma memandangi
tingkahnya di ambang pintu sambil menghisap rokok. Lalu pergi kedalam. Menikmati
rokok dan kopi dengan lebih khidmat. Bebrapa menit kemudian Ulin kembali ke dalam
dengan raut wajah yang aneh. Bersungut-sungut. Dan beberapa sumpah serapah
tentunya. Kutanya kenapa. Tak dapat restu orang tua katanya.
“aku di celuk ibu ku, trus ditakoni lapo iku kolam mbok kono
no nang? Kangge ndamel kolam bu. Kolam opo? Kolam sidat. Ora ntuk. Balekno meneh”
dan seterusnya. Saya lunglai, Ulin emosi. Lalu mengajak segera pergi. Ke Kudus.
Kami pergi berusaha menghibur diri. Entah apa yang saya dan Ulin bersama
teman-teman lakukan setelah itu. Lupa.
Kita hanya terbahak jika ingat kejadian itu sekarang. Banyak
hal yang lucu dalam persepsi kami. Impian masuk kick andy misalnya. Hahaha
Apa yang kami dapat? Banyak kawan! Salah satunya informasi
tentang kayu jabon yang sekarang ayah saya –juga saya tentunya- jalani. Ada sekitar
3-4 hektar. Jabon dan segala tektek bengeknya kita dapat ditengah-tengah
pencarian sidat. Untuk kesekian kalinya, kita tak pernah tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar